digtara.com – Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melakukan upaya repatriasi dengan mengembalikan 13 kura-kura leher ular endemik Pulau Rote dari Singapura.
Repatriasi atau pemulangan kembali kura-kura leher ular itu ke habitat asalnya di Pulau Rote, dilakukan sebagai upaya pemulihan populasinya di alam.
Inisiatif repatriasi ini dilaksanakan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur (BBKSDA NTT) dengan dukungan Wildlife Conservation Society – Indonesia Program (WCS-IP).Program ini juga melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan LHK Kupang, sebagai institusi riset KLHK di Kupang.
Kepala Balai Besar KSDA NTT, Arief Mahmud memperlihatkan kura-kura leher ular endemik Pulau Rote dari Singapura. (ist)
Kura-kura yang dikirimkan oleh Wildlife Reserves Singapore/Mandai Nature ini merupakan hasil pengembangbiakan (captive breeding) di kebun binatang di Amerika dan Eropa yang merupakan bagian dari European Association of Zoo and Aquaria (EAZA) dan Association of Zoos and Aquariums (AZA).
Kepala Balai Besar KSDA NTT, Arief Mahmud mengatakan, status kura-kura Rote merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya ditemukan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
“Jenis ini merupakan satu dari 30 jenis kura-kura di Indonesia, dan salah satu kura-kura paling terancam punah di dunia,” jelasnya, Jumat (24/9/2021) .
Menurutnya, spesies ini masuk dalam daftar Arah Strategi Konservasi Jenis Nasional dan ditetapkan sebagai jenis dilindungi, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 2018 karena populasinya yang terus menurun.
“Status keterancaman kura-kura rote adalah kritis (CR–Critically endangered) menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), bahkan organisasi ini memperkirakan ada kemungkinan kura-kura Rote sudah punah di alam,” ungkap Arif Mahmud.
Kua Fali Nggolon, bahasa Rote yang berarti kura-kura Rote pulang kampung bermakna mendalam dan emosional. Satwa yang diperkirakan punah di alam ternyata masih dijumpai keturunannya, walau tersebar ke berbagai belahan dunia.
Usaha panjang bersama para pihak yang mendambakan kembalinya satwa kebanggaan daerah telah menampakkan hasilnya.
13 kura-kura leher ular Rote yang didatangkan dari Singapura ke NTT, tidak langsung dibawa ke habitat aslinya di Kabupaten Rote Ndao.
Satwa endemik Indonesia tersebut dirawat di tempat karantina milik BBKSDA di Kota Kupang
“Fasilitas ini ada tempat karantina, ada pengembangbiakan, ada tempat habitasi, sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya,” ungkap Arief.
Arif Mahmud menyatakan, ke depan kerjasama dan dukungan dari semua pihak masih sangat dibutuhkan untuk meminimalisir tantangan dan hambatan pemulihan populasi kura-kura Rote di habitatnya, terutama di Danau Ledulu, Danau Lendoen, dan Danau Peto di Kabupaten Rote Ndao.
“Keberhasilan pengembalian kura-kura Rote ke kampung halamannya akan menjadi legacy bagi dunia konservasi sumber daya alam dan ekosistem, cerita indah yang akan dituturkan ke anak cucu kita nanti,” tutupnya.