digtara.com - Pemerintah masih kekurangan Rp941,5 triliun agar outlook
penerimaan pajak 2025 sebesar Rp2.076,9 triliun tercapai. Dengan sisa waktu sekitar empat bulan hingga akhir tahun, sejumlah pakar menilai target tersebut sulit diwujudkan apabila tren realisasi Januari–Agustus 2025 berlanjut tanpa perubahan signifikan.
Hingga Agustus 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp1.135,4 triliun atau 54,7% dari outlook. Jika kinerja delapan bulan pertama tersebut diproyeksikan ke periode 12 bulan dengan asumsi linier, Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan penerimaan akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun — atau sekitar 82% dari target outlook.
"Proyeksi: Rp1.135,40 triliun × (12/8) = Rp1.703,1 triliun. Itu sekitar 82% dari outlook Rp2.076,9 triliun," kata Prianto, Senin (22/9/2025).
Kenapa Sulit Mengejar Target?
Prianto menyoroti bahwa enam program quick win yang dipaparkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memang berpotensi menambah penerimaan, tetapi efektivitasnya tidak otomatis atau instan. Beberapa kendala yang diantisipasi:
Penempatan dana Rp200 triliun di bank BUMN: diharapkan mendorong kredit, konsumsi, dan memperluas basis PPN. Namun ada risiko munculnya investasi fiktif jika prinsip kehati-hatian perbankan longgar.
Penagihan 200 penunggak besar (target Rp50–60 triliun): bergantung pada ketersediaan aset yang siap dilelang.
Penegakan hukum (joint program): efektif bila wajib pajak patuh; berisiko molor jika kasus perlu proses pengadilan panjang.
Pertukaran data antarinstansi (Pasal 35A UU KUP): butuh klarifikasi dan tindak lanjut (SP2DK), sehingga tidak langsung berdampak.
Perbaikan Coretax: masih menghadapi downtime dan kompleksitas teknis; stabilitas penuh ditargetkan akhir 2025.
Patroli cukai rokok ilegal: efektif bila distributor besar bisa ditindak; bila tidak, tambahan penerimaan minimal.
Pandangan Lembaga Riset
Direktur Eksekutif MUC Tax Research, Wahyu Nuryanto, menilai capaian 54,7% sampai Agustus lebih rendah dibanding periode sama tahun lalu (63,25%) dan merupakan capaian terendah dalam lima tahun terakhir pada periode yang sama.
"Meskipun berat, bukan tidak mungkin tercapai. Namun kuncinya menjaga stabilitas ekonomi—terutama daya beli konsumen dan kinerja keuangan korporasi," kata Wahyu.
Wahyu menilai beberapa langkah jangka pendek yang bisa membantu antara lain: menjaga konsumsi domestik, menyuntikkan likuiditas terukur (mis. penempatan dana Rp200 triliun ke perbankan), serta mempercepat eksekusi putusan pajak yang sudah inkrah.
KesimpulanSecara angka, kekurangan Rp941,5 triliun dengan sisa waktu empat bulan menempatkan target penerimaan pajak 2025 pada posisi yang menantang. Keberhasilan mengejar target bergantung pada cepat-tidaknya implementasi kebijakan, efektivitas penagihan, kestabilan ekonomi domestik, serta kemampuan menekan kebocoran seperti impor ilegal dan peredaran rokok ilegal.