digtara.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunda penerapan kebijakan penunjukan platform marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas pedagang daring (online).
Penundaan ini merupakan arahan langsung dari
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, menggantikan kebijakan sebelumnya yang digagas oleh
Sri Mulyani Indrawati.
Menunggu Pertumbuhan Ekonomi 6 Persen
Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Bimo Wijayanto, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut sebenarnya sudah tertuang dalam rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37 Tahun 2025.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Beri Kado Nataru: Diskon Tiket Pesawat Lewat PPN DTP 6% "Di PMK yang sudah kami desain, ini terkait penunjukan marketplace untuk memungut
pajak dari merchant. Itu ditunda sampai nanti sesuai dengan arahan Pak Menteri," kata Bimo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Semula, DJP berencana menunda penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak hingga Februari 2026, namun arahan terbaru dari Purbaya memperpanjang masa tunggu hingga pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6 persen.
"Terakhir arahan ke kami sampai Februari, tapi kemudian ada arahan baru dari Pak Menteri untuk menunggu sampai pertumbuhan 6 persen," ujar Bimo, dikutip dari Antara.
Rincian Kebijakan yang Ditunda
PMK 37/2025, yang ditandatangani pada masa kepemimpinan Sri Mulyani, mengatur penunjukan marketplace atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) sebagai pemungut pajak dari pedagang online.
Tujuan kebijakan ini adalah menyederhanakan administrasi pajak dan meningkatkan kepatuhan di sektor perdagangan digital yang terus tumbuh pesat.
Baca Juga: Purbaya Buka Hotline Aduan Pajak dan Bea Cukai, Staf Sudah Standby Hari Ini Dalam aturannya, marketplace yang ditunjuk akan memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan pedagang dengan omzet di atas Rp500 juta.Sementara pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta dikecualikan dari kewajiban pungutan ini.
Selain itu, terdapat pengecualian khusus untuk beberapa jenis transaksi, seperti:
Jasa transportasi daring dan ekspedisi (ojol dan logistik)Penjualan pulsa dan token listrikPerdagangan emas dan logam muliaKebijakan Sri Mulyani Ditinjau UlangPenundaan ini menandai perubahan arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa.
Sebelumnya, kebijakan serupa sempat menuai perdebatan karena dinilai dapat menekan pelaku usaha mikro dan kecil di sektor e-commerce.
Kemenkeu kini berfokus pada pemulihan daya beli dan stabilitas ekonomi, sebelum kembali melanjutkan kebijakan pajak digital yang lebih komprehensif.
Baca Juga: Pemerintah Kekurangan Rp941,5 Triliun, Pakar Ragukan Target Penerimaan Pajak 2025 Tercapai