Pemanfaatan Biogas, Warga di Sumut Masih Tertinggal dari Jawa

Redaksi - Kamis, 07 November 2019 10:23 WIB

digtara.com | MEDAN – Pemanfaatan energi biogas oleh warga di Sumatra Utara, dinilai masih jauh tertinggal dibanding masyarakat di Pulau Jawa. Padahal Sumut memiliki potensi bahan baku energi biogas yang melimpah. Apalagi teknologi pengelolaan energi biogas sebenarnya juga sudah cukup mumpuni di daerah ini.

Wakil Dekan III Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Irfan, menuturkan, bagi industri, pemanfaatan biogas sebagai sumber energi atau peruntukan lain sebenarnya sudah relatif luas. Ia pun sudah mengunjungi langsung industri-industri besar di Sumut yang telah memanfaatkan biogas.

Seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Perusahaan perkebunan pelat merah tersebut sudah melirik pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pembangkit listrik untuk pabrik sawitnya di Pagar Merbau, Galang, Deliserdang. Saat ini instalasi biogas berbahan baku limbah cair sawit tersebut sedang dibangun.

Kemudian PT Asian Agri di Kabupaten Labuhanbatu, dengan bahan baku dan peruntukan biogas yang sama. Bahkan instalasi biogas milik perusahaan itu sudah mulai dioperasikan beberapa waktu lalu.

Selain itu, ada juga pabrik pembuatan kripik singkong di daerah Pancur Batu, Deliserdang, yang sudah memanfaatkan energi biogas. Namun berbeda kondisinya dengan pemanfaatan biogas di tengah masyarakat.

“Bukan hanya dibandingkan dengan industri, pemanfaatan biogas oleh masyarakat di Jawa bahkan lebih maju dari Sumut meski Sumut memiliki bahan baku yang lebih melimpah, seperti limbah sawit, sampah atau kotoran ternak,” katanya, Kamis (7/11/2019).

Sumut juga memiliki kemampuan yang baik dalam membangun instalasi biogas untuk keperluan rumah tangga. Fakultas Teknik USU misalnya, sudah mempunyai teknologi dua jenis instalasi biogas untuk rumah tangga.

Fakultas Teknik USU juga sudah melakukan berbagai rangkaian uji coba dan menerapkannya secara penuh melalui kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan dampak signifikan.

“Mungkin masyarakat yang belum siap dengan teknologinya, bahkan ada yang merasa takut,” ujarnya.

Seperti yang pernah dialaminya pada salah satu peternakan kambing di Sumut. Si pemilik peternakan tidak ingin menggunakan instalasi berbahan baku kotoran kambing hanya karena alasan takut dengan gas.

Padahal penerapan teknologi biogas tidak serumit seperti yang dibayangkan banyak orang, dan sangat aman. Buangan dari instalasi biogas masih bisa juga dimanfaatkan menjadi material penting lain, seperti pupuk.

Karena itu ia sangat mengapresiasi adanya pihak swasta atau BUMN yang mengarahkan CSR-nya kepada pemanfaatan biogas. Seperti yang dilakukan PGN untuk masyarakat Desa Silimalombu, Kecamatan Onanrungu, Kabupaten Samosir, beberapa hari lalu.

CSR yang disalurkan berupa instalasi sederhana pengolah kotoran yang dapat menghasilkan gas untuk memasak. Ia yakin bila pemanfaatan energi biogas menjadi pilihan utama, maka masyarakat di sana akan menikmati efisiensi yang jauh lebih baik.

Masyarakat hanya perlu mengeluarkan biaya pembangunan instalasi biogas rumah tangga yang juga dapat dilakukan secara berkelompok. Pengadaan instalasi biogas untuk satu rumah tangga cuma memakan biaya sekitar Rp5 juta.

“Tapi efisiensi yang kemudian bisa diperoleh sangat banyak. Jauh lebih hemat, tidak ada biaya lagi untuk pemakaiannya ke depan karena bahan bakunya kan dari sampah, kotoran atau limbah,” jelas Irfan.

[AS]

Editor
: Redaksi

Tag:

Berita Terkait

Ekonomi

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Ekonomi

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Ekonomi

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Ekonomi

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Ekonomi

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Ekonomi

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo