digtara.com | JAKARTA – Para pengemudi maupun penumpang kenderaan, cenderung mempertahankan suhu udara di kabin mobil dalam kondisi digin saat berkendara. Khususnya pada siang hari.
Bila kondisi arus lalulintas dalam kondisi macet, pengemudi maupun pengendara bahkan cenderung menurunkan suhu kabin. Padahal itu membuat kerja mesin mobil semakin tinggi, yang diikuti dengan produksi karbon yang meningkat pula.
Padahal kondisi itu cukup berbahaya, bila terjadi kebocoran dari luar ke dalam kabin. Yang membuat karbon yang diproduksi mesin terperangkap di dalam kabin mobil yang tertutup.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto, gas karbon (CO2) akan terakumulasi di dalam kabin. Sehingga dapat menyebabkan kantuk, pusing, dan keluhan lainnya karena keracunan udara. Termasuk kematian.
“Kalau terjebak macet yang cukup lama, kita khawatir akan ada banyak kandungan gas berbahaya di dalam mobil. Hal ini bisa muncul dari kebocoran kendaraan yang akhirnya memproduksi gas CO2 berlebihan, bisa juga dari napas penumpang yang mengeluarkan CO2,”ujar Agus seperti dilansir Okezone.
Karena itu pemudik dianjurkan untuk membuka jendela dalam beberapa waktu agar terjadi sirkulasi dari udara pendingin yang ada pada kabin keluar dan terjadi sirkulasi yang baik. “Sehingga risiko pengemudi dan penumpang menghirup gas CO2 yang berasal dari kebocoran gas buang mesin bisa terhindarkan,”tandasnya.
[AS]