digtara.com - Kecanggihan teknologi bisa digunakan hal positif dan juga sebaliknya, tergantung siapa pemakainya. Di tangan orang baik, teknologi digital atau media sosial bisa untuk hal-hal yang bermanfaat, namun di tangan orang-orang yang jahat medsos justru digunakan untuk hal-hal yang bisa membawa hal-hal mudarat, bahkan bisa mengancam eksistensi bangsa ini.
Terkait penyebaran paham radikal, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut penyebaran paham radikal sekarang ini didominasi melalui ruang digital atau media sosial. Rekrutmen anggota (yang terpapar) banyak dilakukan melalui media sosial. Dengan demikian perlu adanya edukasi kepada generasi muda.
"Jadi rekrutmen tadi melalui sosial media, jangan salahkan pesantrennya. Maka yang kita antisipasi saat ini adalah radikalisasi di ruang digital," ucap Kepala BNPT, Komjen Pol (Purn) Eddy Hartono usai kegiatan Penguatan Kampus Kebangsaan "Jaga Kampus Kita" di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang melalui Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah Tahun Anggaran 2025 di ruang Teaterikal Rektorat Kampus III UIN Walosongo Semarang, Kamis (23/10/2025).
Kegiatan ini juga menjadi upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme secara konvensional maupun digital bagi mahasiswa. Eddy mengatakan, Tri Dharma perguruan tinggi perlu menjadi pegangan mahasiswa agar tidak terpapar paham radikal.
"Dalam penyuluhan kebangsaan kami hadirkan credible voice yaitu mantan jaringan yang pernah terlibat dalam terorisme. Apa yang disampaikan dan dirasakan menjadi pembelajaran kepada generasi muda, jangan sampai terpapar," ujar Eddy
Dalam pencegahan penyebaran radikalisme, lanjut dia, BNPT menggandeng pihak kampus untuk melakukan kajian dasar seseorang bisa terpapar radikalisme. "Jadi, kajian terorisme ini sebagai salah satu bentuk dari kesiapsiagaan nasional," kata Eddy.
"Mahasiswa ini calon-calon generasi penerus masa depan. Perlu dijaga, perlu dibina, sehingga ke depan mereka siap untuk memimpin bangsa Indonesia," ujarnya.
Dekan Fakultas Kedokteran UIN Walisongo, Dr dr Sugeng Ibrahim menegaskan, pencegahan paham radikalisme menjadi suatu hal yang sangat penting. Kalangan mahasiswa memiliki pemikiran yang kritis dengan wawasan dan pengetahuan yang tinggi.
"Jadi, kita punya kurikulum kewarganegaraan, mata kuliah kewiraan, kewalisongonan. Bisa dilakukan integrasi dari program negara untuk pencegahan terorisme sehingga konteksnya sangat erat dan menjaga negeri menjadi kewajiban kita semua," ucapnya
Sementara itu, Rektor UIN Walisongo Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag., dalam sambutannya di awal juga mengajak seluruh mahasiawa untuk menjaga UIN dari faham radikalisme. "Siap ya untuk jaga UIN dari radikalisme?," ajaknya.
Rektor mengatakan, sebenarnya terorisme lahir dari cara pandang yang salah. "Sebenarnya lahirnya terorisme bisa berangkat dari teori pendidikan, yaitu cara pandang dari pengetahuan, sikap dan keterampilan atau kognifi, afeksi, dan perilaku. Kalau cara itu pandangnya moderat maka dipastikan dia moderat. Ketika cara pandang salah, sikapnya salah, dan perilakunya salah," lanjut dia.
Berbeda cara pandang itu tidak masalah, lanjutnya, dibolehkan dalam agama, tapi kalau orang yang tidak menghargai perbedaan cara pandang akan cenderung radikal. "Cara pandang yang ekstrem itu menafikan kemanusiaan," katanya.
Dalam dialog kebangsaan ini, hadir pula Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradilaisasi BNPT Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M. Han., Direktur Pencegahan BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, M.A., Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT Dr. Harianto, SPd., M.Pd., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama, dan Alumni UIN Walisongo Dr. H. A.Hasan Asy'ari Ulama'i, M.Ag., Dekan Fakultas Kedokteran UIN Walisongo dr.Sugeng Ibrahim, M.Biomed, AAM., Ketua FKPT Jateng Dr. Hamidulloh Ibda, M.Pd., dosen dan 600 mahasiswa UIN Walisongo. (San).