digtara.com - Kericuhan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (25/8/2025), kembali menyisakan cerita kelam soal kebebasan pers. Seorang pewarta foto ANTARA, Bayu Pratama, menjadi korban kekerasan aparat kepolisian saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
Ironisnya, insiden itu terjadi meski Bayu sudah jelas memperlihatkan identitas dirinya sebagai jurnalis.
"Padahal saya sudah membawa dua kamera dan mengenakan ID Card," kata Bayu, dikutip dari ANTARA.
Dipukul Tanpa Peringatan
Bayu menuturkan, peristiwa bermula ketika ia sedang mengabadikan momen aparat membubarkan massa aksi. Tiba-tiba, seorang petugas kepolisian langsung mengayunkan tongkat ke arahnya tanpa memberi peringatan terlebih dahulu.
Seketika ia mencoba menahan pukulan dengan tangan kirinya, namun hantaman keras justru mengenai kamera yang sedang ia gunakan.
"Kamera mati terkena pukulan. Tangan kiri juga lecet," ujarnya sembari menunjukkan luka dan kerusakan alat kerja yang dialaminya.
Bayu menyayangkan tindakan brutal aparat yang tidak bisa membedakan antara jurnalis yang sedang meliput dengan massa aksi di lapangan.
Situasi Memanas di Depan DPR
Insiden itu terjadi ketika situasi di depan Gedung DPR memanas. Massa yang bertahan di depan pagar DPR melempari barikade polisi dengan berbagai benda.
Aparat pun merespons dengan menembakkan meriam air (water cannon) dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Berdasarkan pantauan sekitar pukul 12.50 WIB, polisi juga melakukan penyisiran hingga ke sepanjang Jalan Gatot Subroto.
Lewat pengeras suara, aparat terus meminta massa membubarkan diri lantaran situasi dianggap sudah tidak kondusif.
Namun, massa justru terdesak mundur sembari melemparkan benda ke arah petugas, yang semakin memicu bentrokan.