digtara.com -Peltu Kristian Namo dan istrinya, Sepriana Paulina Mirpey ikut bersaksi dalam sidang perdana untuk terdakwa Lettu Ahmad Faisal pada Senin (27/10/2025).
Pasangan suami istri ini merupakan orang tua kandung dari
Prada Lucky Chepril Saputra Namo, anggota TNI yang dianiaya senior dan rekannya hingga tewas.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dan keterangan saksi ini digelar di ruang sidang utama Pengadilan Militer III-15 Kupang.
Kedua orangtua Prada Lucky dihadirkan menjadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Komandan Kompi A Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere, Lettu Ahmad Faisal.
Baca Juga: Bertemu Penganiaya Anaknya Hingga Tewas Di Lokasi Sidang, Ibu Prada Lucky Luapkan Kemarahannya Dalam ke
saksiannya, Ibu kandung
Prada Lucky, Sepriana Mirpey mengatakan saat menemui anaknya di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo pada 5 Agustus 2025,
Prada Lucky sudah tidak sadarkan diri.
"Saat itu dia (korban) sudah di ruang ICU dan dalam keadaan tidak sadar lagi," jawab Sepriana menanggapi pertanyaan Oditur Militer, Letkol Chk Alex Panjaitan.
Selain sudah tidak sadarkan diri, saat menemui Prada Lucky, kondisi sudah menggunakan alat bantu pernapasan atau ventilator sehingga tidak ada komunikasi lagi hingga Prada Lucky meninggal dunia pada 6 Agustus 2025.
Dia mengatakan saat tiba di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo juga mendapat penjelasan dari dokter RSUD bahwa
Prada Lucky telah mengalami gagal ginjal.
"Waktu saya tiba di rumah sakit, saya dipanggil dokter, dokter bilang bahwa Lucky mengalami banyak cairan di paru-paru akibat kebocoran dan gagal ginjal dan harus cuci darah," ujarnya.
Ayah Prada Lucky, Peltu Kristian Namo dalam kesaksiannya menjelaskan bahwa saat menemui korban di RSUS Aeramo pada 6 Agustus 2025 sudah dalam keadaan kritis.
Baca Juga: Satu Saksi Tidak Hadir Saat Sidang Perdana Kasus Prada Lucky, Para Terdakwa Terancam Hukuman Maksimal Sembilan Tahun Penjara "Luka terlihat mulai dari kaki seperti luka dicambuk, sampai di badannya, punggungnya hingga lengannya juga terdapat luka bekas cambukan atau sundutan api rokok dan satu lagi ada bekas luka di telinga dan kepalanya juga ada bekas luka," ujar Kristian.
Ia mengatakan tidak pernah bertemu dengan terdakwa dan juga tidak mengenal terdakwa.
Begitu juga tidak pernah ada komunikasi dengan terdakwa.
"Saya sebagai orangtua harapan saya anak saya sudah meninggal dalam arti tidak wajar, dia juga sebagai anggota tentara saya berharap kalau bisa agar tidak lagi terulang kejadian seperti ini dan juga tidak lagi merusak institusi maka terdakwa dihukuk seberat beratnya atau dihukum mati," tegas Kristian.
"Dihukum paling berat, dipecat dan dihukum mati," tegasnya.
Hal senada ditegaskan Sepriana yang mengharap agar pelaku dihukum berat dan dipecat dari dinas TNI.
"Pelaku utama harus dihukum mati, karena anak saya sebagai penopang hidup saya sudah meninggal," ucapnya saat menjawab pertanyaan hakim tentang harapan Sepriana sebagai orang tua terhadap para terdakwa.
Baca Juga: Bertemu Penganiaya Anaknya Hingga Tewas Di Lokasi Sidang, Ibu Prada Lucky Luapkan Kemarahannya Sidang dengan berkas nomor perkara 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 kasus penganiayaan dengan terdakwa Lettu Ahmad Faisal dipimpin ketua majelis hakim Mayor Chk Subiyatno dan dua hakim anggota yalni Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.
Sebagai oditur dalam sidang tersebut adalah Letkol Chk Alex Panjaitan dan Letkol Chk. Yusdiharto.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi tersebut juga menghadirkan enam orang saksi.
Empat
saksi dari batalyon dan dua
saksi adalah orangtua almarhum
Prada Lucky.
Dalam dakwaan, Oditur Militer mengungkapkan terdakwa Lettu Ahmad Faisal ikut memukuli korban Prada Lucky Chepril Saputra Namo pada tanggal 27 Juli 2025 di dalam area Yon TP 834/WM Nagekeo.
"Pukul sebanyak dua kali di badan dan 4 di pantat dengan cara dicambuk menggunakan selang," kata Oditur Milirer Letkol Chk Alex Panjaitan saat membacakan dakwaan untuk Lettu Ahmad Faisal.
Baca Juga: Satu Saksi Tidak Hadir Saat Sidang Perdana Kasus Prada Lucky, Para Terdakwa Terancam Hukuman Maksimal Sembilan Tahun Penjara
Selain itu, Lettu Ahmad Faisal juga tidak mencegah aksi penganiayaan yang dilakukan terdakwa lainnya kepada
Prada Lucky yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
Dalam kasus tewasnya Prada Lucky ada 22 prajurit TNI dari Batalyon TP 834/Waka Nga Mere yang telah dijadikan tersangka dan akan menjalani persidangan.
Para tersangka dibagi atas tiga berkas perkara yakni nomor Perkara 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan satu terdakwa, nomor perkara 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 terdakwa dan Nomor Perkara 42-K/PM.III-15/AD/X/2025 empat terdakwa.
Sidang dilaksanakan selama tiga hari secara beturut mulai Senin (27/10) hingga Rabu (29/10/2025).
Pembacaan dakwaan dilakukan secara bergantian oleh dua oditur militer.
Sebelumnya Denpom IX/1 Kupang telah menetapkan 22 tersangka prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere sebagai tersangka dalam kasus meninggalnya Prada Lucky.
Baca Juga: Sidang Perdana Ungkap Komandan Kompi Pukul Prada Lucky Dengan Selang Dari 22 tersangka, tiga diantaranya adalah perwira pertama berpangkat Letnan Satu (Lettu) satu orang dan Letnan Dua (Letda) dua orang.
Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) Nagekeo tewas diduga akibat mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh seniornya di dalam asrama batalyon.
Prada Lucky meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025). Dia sempat menjalani perawatan selama empat hari di Intesive Care Unit (ICU) RSUD Aeramo, Nagekeo.
Jenazahnya kemudian dibawa pulang ke Kupang setelah dijemput oleh orangtua kandungnya yakni Serma Kristian Namo dan Ibunya Sepriana Paulina Mirpey pada Kamis (7/8/2025).
Setelah dua hari disemayamkan di rumah duka, jenazah Prada Lucky dimakamkan pada Sabtu (9/8/2025) dengan upacara kemiliteran.
Baca Juga: Bertemu Penganiaya Anaknya Hingga Tewas Di Lokasi Sidang, Ibu Prada Lucky Luapkan Kemarahannya Sebelum dilakukan upacara secara dinas kemiliteran, didahului dengan ibadah pemakaman yang dipimpin Pendeta Lenny Walunguru dari GMIT Batu Karang Kuanino.