digtara.com -Penyidik Satreskrim Polres Rote Ndao melimpahkan Maximus Nahak Klau dan sejumlah barang bukti ke Kejaksaan Negeri Rote Ndao, Senin (10/11/2025).
Maximus Nahak Klau, pengusaha asal Kabupaten Rote Ndao ini merupakan tersangka kasus penipuan dalam kerjasama bisnis porang.
Kasus ini ditangani Polres Rote Ndao sesuai laporan polisi nomor LP/B/100/IVI/2025/SPKT/Polres Rote Ndao/Polda NTT, tanggal 14 Maret 2025 dan surat perintah penyidikan nomor SP - SIDIK/17/VII/RES.1.11/2025/Reskrim, tanggal 19 Agustus 2025.
Penyerahan tersangka dan barang bukti dilakukan Kanit I Pidana Umum, Aiptu Yafet bersama anggota dan diterima jaksa penuntut umum, Halim Irmanda.
Baca Juga: Kejaksaan Negeri Rote Ndao Terima Pelimpahan Tersangka Kasus Persetubuhan Anak Dibawah Umur "Sudah dilakukan pengiriman tersangka dan barang bukti tersangka sesuai surat pemberitahuan hasil penyidikan perkara pidana atas nama tersangka Maximus Nahak Klau nomor : B-1189/N.3.23/Eoh.1/11/2025, tanggal 4 November 2025 dinyatakan sudah lengkap P21," ujar Kasat Reskrim
Polres Rote Ndao, AKP Rifai pada Senin petang.
Tersangka Maximus Nahak Klau, warga Desa Busalangga, Kecamatan Rote Barat Laut, Kabupaten Rote Ndao pun menjadi tahanan kejaksaan.
Ikut dilimpahkan barang bukti surat perjanjian pembelian porang, 25 karung yang diduga umbi porang palsu, satu karung umbi porang asli yang berisi berat 40 kilogram.
Bukti screenshot percakapan via Whatsapp, bukti transaksi pembayaran dan handphone oppo Reno4.
Tersangka diduga melanggar pasal 372 KUHP atau pasal 378 KUHP.
Maximus Nahak Klau menjadi tersangka atas laporan pengusaha muda asal Malang, Jawa Timur, Pangeran Catur Purnomo.
Baca Juga: Tersangka Kasus ITE di Rote Ndao Diserahkan ke JPU Catur melaporkan Maximus dengan tuduhan penipuan dan wanprestasi dengan kerugian mencapai puluhan juta rupiah
Catur datang ke Nusa Tenggara Timur untuk mengecek potensi komoditas pertanian, khususnya kelapa dan porang.
Melalui komunitas porang NTT di Kupang, ia berkenalan dengan Maximus Nahak Klau atau Bang Max.
Pertemuan keduanya terjadi pada 29 Juni 2025 di Rote.
Dari pertemuan itu ada kesepakatan bisnis transaksi 10 ton porang dengan sistem DP 50 persen, dimana Catur langsung mentransfer uang muka sebesar Rp 68.775.000.
Barang tersebut dijanjikan tiba di Kupang paling lambat 5–6 Juli 2025.
Baca Juga: Tiga WNI Penyelundup WNA Asal China Ditahan Polres Rote Ndao
Hingga batas waktu yang disepakati, porang tidak kunjung dikirim.
Maximus beralasan butuh tambahan waktu, menjanjikan ulang pada 8 Juli, lalu 9 Juli, hingga akhirnya mengaku telah mengirim dua truk porang pada 10 Juli 2025.
Sayangnya, janji itu kembali palsu. Hanya satu truk yang benar-benar datang, itupun bukan berisi 10 ton porang, melainkan beberapa karung porang sekitar satu ton. Satu truk lainnya ternyata fiktif belaka.
Selama proses ini, Maximus kerap mengumbar berbagai alasan: mulai dari keluarga sakit, harga porang mahal di Timor, hingga pengalihan barang yang berbeda dari kesepakatan awal.
Baca Juga: Kejaksaan Negeri Rote Ndao Terima Pelimpahan Tersangka Kasus Persetubuhan Anak Dibawah Umur Merasa dibohongi, Catur menegaskan dirinya sudah beritikad baik. Ia bahkan menawarkan agar uang DP dikembalikan tanpa denda, tetapi Maximus justru berkelit dan tidak menunjukkan itikad baik.
Catur mengaku mengalami kerugian finansial, waktu, logistik, dan yang paling parah adalah kepercayaan dalam dunia usaha.
Dari total dana Rp 68.775.000 yang sudah diserahkan, Maximus hanya mengembalikan Rp 20 juta, sehingga kerugian yang ditanggung korban mencapai Rp 48.775.000.
Setelah mengumpulkan bukti dan keterangan saksi, penyidik menetapkan Maximus Nahak Klau sebagai tersangka.